Sabtu, 19 Oktober 2013

Penetapan Kadar Karbohidrat



LAPORAN LENGKAP

Nama                             : Irene Pratami Raratunasah Naddu
Kelas/NIS                      : 3.C / 114675
Kelompok                      : C.2.1
Judul Penetapan              : Penetapan Kadar Karbohidrat 
Tanggal Mulai                 : 23 September 2013
Tanggal Selesai               : 25 September 2013
Dasar Prinsip                  : Prinsip kerja cara ini adalah hidrolisis pati oleh asam menjadi
                                        gula pereduksi. Pada penetapan cara Luff, dipakai pereduksi garam Cu
                                        kompleks, dimana glukosa yang bersifat pereduksi akan mereduksi
                                        Cu2+ menjadi Cu+ atau CuO direduksi menjadi Cu2O yang berwarna
                                        merah bata. Kemudian kelebihan CuO ditetapkan dengam cara iodometri.
                                       Dengan menetapkan blanko, maka volume (ml) tio yang dibutuhkan
                                       untuk menitar kelebihan Cu2+ dapat diketahui. Selisih volume tio
                                       blanko-sample setara dengam jumlah mg glukosa yang terdapat dalam
                                        sampel.
Tujuan Penetapan           : Untuk mengetahui kadar karbohidrat suatu sampel.
Reaksi                            : (C6H10O5)n + nH2O                 nC6H12O6
                                         C6H12O6 + 2CuO                    Cu2O + C5H11O5 + COOH
                                    sisa CuO + 2KI + H2SO4               CuI2 + K2SO4 + H2O
                                           CuI2                                       Cu2I2 + I2
                                          I2 + Na2S2O3                         2NaI + Na2S4O6
Landasan Teori               :

                           Gula reduksi adalah gula yang mempunyai kemampuan untuk mereduksi. Hal ini dikarenakan adanya gugus aldehid atau keton bebas. Senyawa-senyawa yang mengoksidasi atau bersifat reduktor adalah logam-logam oksidator seperti Cu (II). Contoh gula yang termasuk gula reduksi adalah glukosa, manosa, fruktosa, laktosa, maltosa, dan lain-lain. monosakarida yang mempunyai kemampuan untuk mereduksi suatu senyawa. Sifat pereduksi dari suatu gula ditentukan oleh ada tidaknya gugus hidroksil bebas yang reaktif. Prinsip analisanya berdasarkan pada monosakarida yang memiliki kemampuan untuk mereduksi suatu senyawa. Adanya polimerisasi monosakarida mempengaruhi sifat mereduksinya.
Pada praktikum kali ini dilakukan penetapan karboohidrat melalui penetapan kadar gula reduksi dengan metode Penentuan gula reduksi dengan metode Luff-Schoorl ditentukan bukan kuprooksidanya yang mengendap tetapi dengan menentukan kuprooksida dalam larutan sebelum direaksikan dengan gula reduksi sesudah reaksi dengan sample gula reduksi yang dititrasi dengan Na-Thiosulfat. Selisihnya merupaka kadar gula reduksi. Reaksi yang terjadi selama penentuan karbohidrat dengan cara Luff-Schoorl adalah mula-mula kuprooksida yang ada dalam reagen akan membebaskan Iod dari garam KI. Banyaknya iod dapat diketahui dengan titrasi menggunakan Na-Thiosulfat. Untuk mengetahui bahwa titrasi sudah cukup maka diperlukan indicator amilum. Apabila larutan berubah warna dari biru menjadi putih berarti titrasi sudah selesai. Selisih banyaknya titrasi blanko dan sample dan setelah disesuaikan dengan tabel yang menggambarkan hubungan banyaknya Na-Thiosulfat dengan banyaknya gula reduksi (Khopkar, 1999).


             Karbohidrat dapat digolongan menjadi dua macam yaitu karbohidrat sederhana dengan karbohidrat kompleks atau dapat pula menjadi tiga macam, yaitu monosakarida, disakarida, dan polisakarida. Gula adalah suatu karbohidrat sederhana yang menjadi sumber energi dan merupakan oligosakarida, polimer. Monosakarida akan mereduksikan CuO dalam larutan Luff menjadi Cu2O. Kelebihan CuO akan direduksikan dengan KI berlebih, sehingga dilepaskan I2. I2 yang dibebaskan tersebut dititrasi dengan larutan Na2S2O3.
             
          Pada dasarnya prinsip metode analisa yang digunakan adalah Iodometri karena kita akan menganalisa I2 yang bebas untuk dijadikan dasar penetapan kadar. Dimana proses iodometri adalah proses titrasi terhadap iodium (I2) bebas dalam larutan. Apabila terdapat zat oksidator kuat (misal H2SO4) dalam larutannya yang bersifat netral atau sedikit asam penambahan ion iodida berlebih akan membuat zat oksidator tersebut tereduksi dan membebaskan I2 yang setara jumlahnya dengan dengan banyaknya oksidator (Rivai, 2005).

           Metode Luff Schoorl ini baik digunakan untuk menentukan kadar karbohidrat yang berukuran sedang. Dalam penelitian M.Verhaart dinyatakan bahwa metode Luff Schoorl merupakan metode tebaik untuk mengukur kadar karbohidrat dengan tingkat kesalahan sebesar 10%. Pada metode Luff Schoorl terdapat dua cara pengukuran yaitu dengan penentuan Cu tereduksi dengan I2 dan menggunakan prosedur Lae-Eynon.
               
                Inversi sukrosa menghasilkan gula invert atau gula reduksi (glukosa dan fruktosa). Gula invert akan mengkatalisis proses inversi sehingga kehilangan gula akan berjalan dengan cepat. Menurut Parker (1987) dkk. Dalam kuswurj (2008) laju inersi sukrosa akan semakin besar pada kondisi pH rendah dan temperatur tinggi dan berkurang pada pH tinggi (pH 7) dan temperatur rendah. Laju inversi yang paling cepat adalah pada kondisi pH asam (pH 5).

           Penentuan kadar glukosa dilakukan dengan cara menganalisis sampel melalui pendekatan proksimat. Terdapat beberapa jenis metode yang dapat dilakukan untuk menentukan kadar gula dalam suatu sampel. Salah satu metode yang paling mudah pelaksanaannya dan tidak memerlukan biaya mahal adalah metode Luff Schoorl. Metode Luff Schoorl merupakan metode yang digunakan untuk menentukan kandungan gula dalam sampel.


Metode ini didasarkan pada pengurangan ion tembaga (II) di media alkaline oleh gula dan kemudian kembali menjadi sisa tembaga. Ion tembaga (II) yang diperoleh dari tembaga (II) sulfat dengan sodium karbonat di sisa alkaline pH 9,3-9,4 dapat ditetapkan dengan metode ini. Pembentukan (II)-hidroksin dalam alkaline dimaksudkan untuk menghindari asam sitrun dengan penambahan kompleksierungsmittel. Hasilnya, ion tembaga (II) akan larut menjadi tembaga (I) iodide berkurang dan juga oksidasi iod menjadi yodium. Hasil akhirnya didapatkan yodium dari hasil titrasi dengan sodium hidroksida (Rivai, 2005).


Gula pereduksi yaitu monosakarida dan disakarida kecuali sukrosa dapat ditunjukkan dengan pereaksi Fehling atau Benedict menghasilkan endapan merah bata (Cu2O). selain pereaksi Benedict dan Fehling, gula pereduksi juga bereaksi positif dengan pereaksi Tollens (Apriyanto et al 1989). Penentuan gula pereduksi selama ini dilakukan dengan metode pengukuran konvensional seperti metode osmometri, polarimetri, dan refraktrometri maupun berdasarkan reaksi gugus fungsional dari senyawa sakarida tersebut (seperti metode Luff-Schoorl, Seliwanoff, Nelson-Somogyi dan lain-lain).
Hasil analisisnya adalah kadar gula pereduksi total dan tidak dapat menentukan gula pereduksi secara individual. Untuk menganalisis kadar masing-masing dari gula pereduksi penyusun madu dapat dilakukan dengan menggunakan metode Kromatografi Cair Kinerja Tinggi (KCTK). Metode ini mempunyai beberapa keuntungan antara lain dapat digunakan pada senyawa dengan bobot molekul besar dan dapat dipakai untuk senyawa yang tidak tahan panas.

Pengukuran karbohidrat yang merupakan gula pereduksi dengan metode Luff Schoorl ini didasarkan pada reaksi antara monosakarida dengan larutan cupper. Monosakarida akan mereduksikan CuO dalam larutan Luff menjadi Cu2O. Kelebihan CuO akan direduksikan dengan KI berlebih, sehingga dilepaskan I2. I2 yang dibebaskan tersebut dititrasi dengan larutan Na2S2O3. Pada dasarnya prinsip metode analisa yang digunakan adalah Iodometri karena kita akan menganalisa I2 yang bebas untuk dijadikan dasar penetapan kadar. Dimana proses iodometri adalah proses titrasi terhadap iodium (I2) bebas dalam larutan. Apabila terdapat zat oksidator kuat (misal H2SO4) dalam larutannya yang bersifat netral atau sedikit asam penambahan ion iodida berlebih akan membuat zat oksidator tersebut tereduksi dan membebaskan I2 yang setara jumlahnya dengan dengan banyaknya oksidator (Underwood, 1996).

Monosakarida akan mereduksikan CuO dalam larutan Luff menjadi Cu2O. Kelebihan CuO akan direduksikan dengan KI berlebih, sehingga dilepaskan I2. I2 yang dibebaskan tersebut dititrasi dengan larutan Na2S2O3. Pada dasarnya prinsip metode analisa yang digunakan adalah Iodometri karena kita akan menganalisa I2 yang bebas untuk dijadikan dasar penetapan kadar. Dimana proses iodometri adalah proses titrasi terhadap iodium (I2) bebas dalam larutan.

Apabila terdapat zat oksidator kuat (misal H2SO4) dalam larutannya yang bersifat netral atau sedikit asam penambahan ion iodida berlebih akan membuat zat oksidator tersebut tereduksi dan membebaskan I2 yang setara jumlahnya dengan dengan banyaknya oksidator. I2 bebas ini selanjutnya akan dititrasi dengan larutan standar Na2S2O3 sehinga I2akan membentuk kompleks iod-amilum yang tidak larut dalam air. Oleh karena itu, jika dalam suatu titrasi membutuhkan indikator amilum, maka penambahan amilum sebelum titik ekivalen.

Gugus hidroksil yang relative pada glukosa terletak pada C-1 sedangkan fruktosa pada C-2. Sakarosa tidak mempunyai gugus –OH bebas yang relative,karena keduanya saling terikat, sedangkan laktosa mempunyai OH bebas atom C-1 pada gugus glukosanya, sehingga laktosa bersifat pereduksi sedangkan sakarosa nonpereduksi. Inversi sakarosa terjadi dalm suasana asam,gula inverse ini tidak dapat berbentuk Kristal karena kelarutan fruktosa dan glukosa  (Poedjiadi, 2007).

Alat                                : - Erlenmeyer
                                        - Pipet volum 25 ml
                                        - Pendingin tegak
                                        - Hot plate
                                        - Labu ukur 250 ml
                                        - Pipet tetes
                                        - Kertas saring
                                        - Pipet volume 10 ml
                                        - Buret
                                        - Pipet tetes
                                        - Corong
Bahan                            : - Sampel mi instan
                                       - HCl 3%
                                       - NaOH 3,25%
                                       - Indikator PP
                                       - Aquadest
                                       - Luff
                                       - KI 30%
                                       - H2SO4 25%
                                       - Tio 0,1 N
                                       - Indikator kanji
Cara Kerja                    : 
  1. Ditimbang sampel sebanyak 3,0069 gram ke dalam erlenmeyer
  2. Ditambahkan 25 ml HCl 3 %
  3. Dididihkan selama 1,5 jam dengan pendingin tegak
  4. Dimasukkan ke dalam labu ukur 250 ml
  5. Dinetralkan dengan NaOH 3,25 % (indikator PP)
  6. Dihimpitkan hingga 250 ml
  7. Disaring, lalu diambil filtratnya
  8. Dipipet sebanyak 10 ml (filtrat) ke dalam erlenmeyer asah
  9. Ditambahkan 25 ml Luff dan 15 ml H2O
  10. Dididihkan selama 10 menit dengan pendingin tegak lalu didinginkan
  11. Ditambahkan KI 30% sebanyak 10 ml dan 25 ml H2SO4 25%
  12. Dititrasi dengan tio 0,1 N terstandarisasi dengan indikator kanji
  13. Dibandingkan terhadap blanko
Pengamatan                  :
Bobot sampel               : 3,0069 g
Volume titrasi blanko    : 44,9 ml
Volume titrasi sampel    : 13,2 ml

Perhitungan                   :

1. AT =  (B-sampel) ml x N tio standar
                      N tio standar
         =  (44,90-13,20 ) ml x 0,1000 mmol/meq
                              0,1000 mmol/meq
         = 31,7 ml
         = 3,17 x 10 ml

3,17 = 7,2 + ( 0,17 x 2,5)
        = 7,2 + (0,425)
        = 7,625
        = 7,625x 10 mg
       = 76,25 mg

2.  % =   fp x mg glukosa    x 100 %
                   mg sampel
         = 25 x 76,25 mg   x 100%
                3006,8 mg
         =  63,39 %

Kesimpulan                   :
              Berdasarkan hasil perhitungan tersebut dapat disimpulkan bahwa kadar karbohidrat dalam sampel tersebut ialah 63,39 %.

Daftar Pustaka              :
                                                                                                         Makassar, 13 Desember 2013
Guru Pembimbing                                                                                       Praktikkan



(                             )                                                                           (Irene Pratami R. Naddu)
                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                         


                                                                                        


Sabtu, 05 Oktober 2013

Uji Ketengikan Minyak/Lemak

LAPORAN LENGKAP

Nama                            : Irene Pratami Raratunasah Naddu
Kelas/NIS                     : 3.C / 114675
Kelompok                     : C.2.1
Judul Penetapan             : Uji Ketengikan Minyak / Lemak
Tanggal Mulai                : 23 September 2013
Tanggal Selesai              : 24 September 2013
Dasar Prinsip                 : Bilangan peroksida sebagai jumlah asam lemak teroksidasi ditentukan berdasarkan  
                                       jumlah iodine (I2) yang terbentuk dari reaksi peroksida dalam minyak dengan ion 
                                       iodine (I-) yang sebanding dengan kadar peroksida sampel.
Tujuan Penetapan          : Untuk menguji ketengikan suatu sampel minyak / lemak
Reaksi                           : 
R-OOH + 2KI + H20                     R-OH + I2 + 2KOH
I2 + 2Na2S2O3                         2NaI + Na2S406

Landasan Teori              : 
Bilangan peroksida adalah indeks jumlah lemak atau minyak yang telah mengalami oksidasi Angka peroksida sangat penting untuk identifikasi tingkat oksidasi minyak. Minyak yang mengandung asam- asam lemak tidak jenuh dapat teroksidasi oleh oksigen yang menghasilkan suatu senyawa peroksida. Cara yang sering digunakan untuk menentukan angka peroksida adalah dengan metoda titrasi iodometri. Penentuan besarnya angka peroksida dilakukan dengan titrasi iodometri
Salah satu parameter penurunan mutu minyak goreng adalah bilangan peroksida
Pengukuran angka peroksida pada dasarnya adalah mengukur kadar peroksida dan hidroperoksida yang terbentuk pada tahap awal reaksi oksidasi lemak. Bilangan peroksida yang tinggi mengindikasikan lemak atau minyak sudah mengalami oksidasi, namun pada angka yang lebih rendah bukan selalu berarti menunjukkan kondisi oksidasi yang masih dini. Angka peroksida rendah bisa disebabkan laju pembentukan peroksida baru lebih kecil dibandingkan dengan laju degradasinya menjadi senyawa lain, mengingat kadar peroksida cepat mengalami degradasi dan bereaksi dengan zat lain Oksidasi lemak oleh oksigen terjadi secara spontan jika bahan berlemak dibiarkan kontak dengan udara, sedangkan kecepatan proses oksidasinya tergantung pada tipe lemak dan kondisi penyimpanan. Minyak curah terdistribusi tanpa kemasan, paparan oksigen dan cahaya pada minyak curah lebih besar dibanding dengan minyak kemasan. Paparan oksigen, cahaya, dan suhu tinggi merupakan beberapa faktor yang mempengaruhi oksidasi. Penggunaan suhu tinggi selama penggorengan memacu terjadinya oksidasi minyak. Kecepatan oksidasi lemak akan bertambah dengan kenaikan suhu dan berkurang pada suhu rendah.
Peroksida terbentuk pada tahap inisiasi oksidasi, pada tahap ini hidrogen diambil dari senyawa oleofin menghasikan radikal bebas. Keberadaan cahaya dan logam berperan dalam proses pengambilan hidrogen tersebut. Radikal bebas yang terbentuk bereaksi dengan oksigen membentuk radikal peroksi, selanjutnya dapat mengambil hidrogen dari molekul tak jenuh lain menghasilkan peroksida dan radikal bebas yang baru
     Peroksida dapat mempercepat proses timbulnya bau tengik dan flavor yang tidak dikehendaki dalam bahan pangan. Jika jumlah peroksida lebih dari 100 meq peroksid/kg minyak akan bersifat sangat beracun dan mempunyai bau yang tidak enak. Kenaikan bilangan peroksida merupakan indikator bahwa minyak akan berbau tengik.

               Bilangan peroksida adalah nilai terpenting untuk menentukan derajat kerusakan pada minyak atau lemak. Asam lemak tidak jenuh dapat meningkatkan oksigen pada ikatan rangkapnya sehingga membentuk peroksida. Peroksida terbentuk akibat pemanasan yang mengakibatkan kerusakan pada minyak atau lemak. Pada minyak goreng, angka peroksida menunjukkan ketengikan minyak goreng akibat proses oksidasi serta hidrolisis.
                Kerusakan lemak atau minyak akibat pemanasan pada suhu tinggi (200-250 ̊ C) akan mengakibatkan keracunan dalam tubuh dan berbagai macam penyakit misalnya diarhea, pengendapan lemak dalam pembuluh darah (artero sclerosis), kanker dan menurunkan nilai cerna lemak.
                Selain itu, peroksida dapat menyebabkan destruksi beberapa macam vitamin dalam bahan pangan berlemak (misalnya vitamin A, C, D, E, K dan sejumlah kecil vitamin B). Bergabungnya peroksida dalam sistem peredaran darah, mengakibatkan kebutuhan vitamin E meningkat lebih besar. Padahal vitamin E dibutuhkan untuk menangkal radikal bebas yang ada dalam tubuh.
                 Minyak goreng yang memiliki kadar peroksida tinggi memiliki ciri-ciri yang khas, diantaranya. Jika dilihat secara kasat mata minyak goreng tersebut cenderung berwarna coklat tua sampai kehitaman, jika dibandingkan dengan minyak goreng yang kadar peroksidanya sesuai standar masih berwarna kuning sampai coklat muda. Warna gelap pada minyak goreng disebabkan oleh proses oksidasi terhadap tekoferol (vitamin E).
                  Minyak goreng dengan kadar peroksida yang sudah melebihi standar memiliki endapan yang relatif tebal, keruh, berbuih sehingga membuat minyak goreng lebih kental dari pada minyak goreng yang kadar peroksidanya masih sesuai standar. Standar mutu menurut SNI menyebutkan kriteria minyak goreng yang baik digunakan adalah yang berwarna muda dan jernih, serta baunya normal dan tidak tengik. Bau minyak goreng yang memiliki kadar peroksida melebihi standar, baunya terasa tengik, jika dicium, tingkat ketengikan minyak goreng berbanding lurus dengan jumlah kadar peroksida.


Alat                                 : - Neraca Digital
                                         - Erlenmeyer asah 250 ml
                                         - Sendok zat
                                         - Labu semprot
                                         - Pipet volum 25 ml
                                         - Gelas piala
                                         - Gelas ukur
                                         - Buret
                                         - Pipet tetes
Bahan                              : - Contoh ( minyak goreng )
                                         - KI (s)
                                         - Larutan bilangan peroksida
                                         - Aquadest
                                         - Larutan tio 0,02 N
                                         - Indikator amilum

Cara Kerja                      : 
  1. Ditimbang secara teliti 5 gram contoh ke dalam erlenmeyer asah 250 ml
  2. Ditimbang KI 1 gram
  3. Ditambahkan 25 ml larutan bilangan peroksida ( campuran CH3COOH : CH5OH : CHCl3 = 100 : 125 : 275 )
  4. Dihomogenkan dan didamkan di tempat gelap +/- 30 menit
  5. Ditambahkan 50 ml air bebas oksigen
  6. Dititar dengan tio 0,02 N ( indikator amilum )
  7. Dibandingkan terhadap larutan blanko.
Pengamatan                     :
  • Volume titrasi sampel                       : 12,30 ml
  • Volume titrasi blanko                       : 1,20 ml
  • Bobot sampel                                  : 5,0231 g = 5023,1 mg
Perhitungan                      :
          B. peroksida  =           (V.T sampel - V.T blanko) x N tio x 8                          
                                 
                                                         mg sampel
                               =        ( 12,30 ml - 1,20 ml ) x 0,02 meq/ml x 8
                                  
                                                                 5023,1 mg
                               =       3,535 x 10-4 meq/mg

Kesimpulan                      :
                   Berdasarkan hasil pengamatan dan perhitungan tersebut dapat disimpulkan bahwa bilangan peroksida yang didapatkan dalam sampel (minyak goreng) ialah  3,535 x 10-4 meq/mg




Daftar Pustaka                 :










Minggu, 25 Agustus 2013

Penetapan Kadar Eugenol

LAPORAN LENGKAP

Nama                               :   Irene Pratami Raratunasah Naddu
Kelas / NIS                      :   3.C / 114675
Kelompok                        :   C.2.1
Judul Penetapan             :   Penetapan Kadar Eugenol Dalam Minyak Cengkeh
Tanggal Mulai                  :   15 September 2013
Tanggal Selesai              :   16 September 2013
Tujuan Penetapan           :   * Memisahkan eugenol yang terkandung dalam sampel
                                              * Untuk menentukan kadar eugenol dalam sampel
Dasar Prinsip                  :   Eugenol sebagai molekul terpen dalam sampel asam lemak 
                                              atau minyak (saponifikasi), akar terpisah dari campuran dan 
                                              dapat ditentukan kadar eugenolnya
Reaksi                             :   

Landasan Teori                 :   

                    Minyak Atsiri merupakan suatu minyak yang mudah menguap (volatile oil) biasanya terdiri dari senyawa organik yang bergugus alkohol, aldehid, keton dan berantai pendek. Minyak atsiri dapat diperoleh dari penyulingan akar, batang, daun, bunga, maupun biji tumbuhan, selain itu diperoleh juga terpen yang merupakan senyawaan hidrokarbon yang bersifat tidak larut dalam air dan tidak dapat disabunkan. Beberapa contoh minyak atsiri yaitu minyak cengkeh, minyak sereh, minyak kayu putih, minyak lawang dan dan lain-lain.

                   Minyak atsiri yang dihasilkan dari tumbuh-tumbuhan cengkeh. Sebagian besar Eugenol. Eugenol termasuk golongan Fenol, sehingga dapat disabunkan oleh NaOH membentuk garam. Natrium eugenolat yang larut dalam air. Dengan melakukan penyabunan minyak cengkeh pada alat labu Cassia yang berskala pada lehernya, karena terpen tidak dapat disabunkan dan tidak larut dalam air, maka volume terpen bisa diketahui. Volume minyak eugenol dapat diketahui dari selisih anatara volume minyak cengkeh dikurangi volume terpen.

                 Minyak cengkeh merupakan minyak atsiri yang dapat digunakan sebagai pengobatan alternatif. Banyak zat terkandung dalam minyak cengkeh yaitu antibiotik, anti virus, anti jamur dan antiseptik. Kandungan lain yang terdapat di dalamnya adalah zat mangan, asam lemak omega 3, magnesium, serat, zat besi, potasium dan juga kalsium. Vitamin yang diperlukan oleh tubuh juga ada di dalamnya, terutama vitamin C dan vitamin K.
                Minyak daun cengkeh merupakan salah satu minyak atsiri yang cukup banyak dihasilkan di Indonesia dengan cara penyulingan air dan uap. Minyak daun cengkeh berupa cairan berwarna bening sampai kekuning-kuningan, mempunyai rasa yang pedas, keras, dan berbau aroma cengkeh. Warnanya akan berubah menjadi coklat atau berwarna ungu jika terjadi kontak dengan besi atau akibat penyimpanan.
                Dalam perdagangan internasional, minyak cengkeh dibagi menjadi 3 bagian berdasarkan sumbernya, yaitu minyak daun cengkeh (clove leaf oil), minyak tangkai  cengkeh (clove stem oil), minyak bunga cengkeh (clove bud oil). Pohon cengkeh merupakan tanaman tahunan yang dapat tumbuh dengan tinggi 10-20 m, mempunyai daun berbentuk lonjong yang berbunga pada pucuk-pucuknya. Tangkai buah pada awalnya berwarna hijau, dan berwarna merah jika bunga sudah mekar. Cengkeh akan dipanen jika sudah mencapai panjang 1,5-2 cm.
                Cengkeh  dikenal dengan nama latin Syzygium aromaticum atau Eugenia aromaticum. Tanaman asli Indonesia ini tergolong ke dalam keluarga tanamanMyrtaceae pada ordo Myrtales.
                 Cengkeh digunakan sebagai bahan campuran rokok kretek dan juga penyedap masakan. Aroma cengkeh yang khas dihasilkan oleh senyawa eugenol, yang merupakan senyawa utama (72-90%) penyusun minyak atsiri cengkeh. Eugenol memiliki sifat antiseptik dan anestetik (bius). Selain eugenol, minyak atsiri cengkeh juga mengandung senyawa asetil eugenol, beta-caryophyllene, dan vanilin. Terdapat pula kandungan tanin, asam galotanat, metil salisilat (suatu zat penghilang nyeri), asam krategolat, beragam senyawa flavonoid (yaitu eugenin, kaemferol, rhamnetin, dan eugenitin), berbagai senyawa triterpenoid (yaitu asam oleanolat, stigmasterol, dan kampesterol), serta mengandung berbagai senyawa seskuiterpen.
                Minyak cengkeh banyak diproduksi oleh pada pengrajin penyuling daun cengkeh dan gagang cengkeh di daerah-daerah yang banyak tanaman cengkehnya. Sebagian besar minyak cengkeh diekspor sebagai minyak cengkeh kasar.
                Komoditi minyak cengkeh sudah saatnya untuk dinaikkan nilai tambahnya dengan pengolahan menjadi bahan lain, dengan menggunakan distilasi fraksinasi. Minyak cengkeh dapat dimurnikan menjadi eugenol yang kadarnya bisa mencapai 99,9%. Eugenol dapat diolah lebih lanjut menjadi bahan lain seperti isoeugenol, kemudian menjadi vanilin atau bahan kimia lainnya.
Alat                                :   -  Pipet Volum 10 ml
                                          -   Gelas Ukur 
                                          -   Waterbath
                                          -   Labu Cassia
                                          -   Pengaduk
                                          -   Pipet Tetes
Bahan                             :   -   Contoh ( Minyak Cengkeh )
                                          -   Larutan NaOH 1 N
Cara Kerja                       :

  1. Dipipet teliti contoh 10 ml ke dalam labu Cassia.
  2. Ditambahkan 35 ml NaOH 1 N.
  3. Dihomogenkan selama 5 menit.
  4. Setelah itu dipanaskan di atas penangas air selama 10 menit.
  5. Ditambahkan NaOH 1 N hingga lapisan eugenol berada di dala skala labu cassia.
  6. Didiamkan semalaman dan dicatat volume eugenolnya.
Pengamatan           :


  1. Volume terpen     = 3,5 ml
  2. Volume sampel   = 10 ml
Perhitungan            :

                          Volume terpen
% Eugenol  =                                       x 100 %
                           Volume sampel

                 =         3,5 ml
                         x 100 %
                             10 ml
                 =      35 %

Kesimpulan              :

                    Berdasarkan hasil pengamatan dan perhitungan tersebut dapat disimpulkan bahwa kadar eugenol dalam sampel minyak cengkeh ialah 35 %.


                                                                                           Makassar, 23 September 2013   
 Guru Pembimbing                                                                          Praktikkan



(                                )                                                            ( Irene Pratami R. Naddu)




Daftar Pustaka                :